Gen dan DNA Emangnya Bisa Mempengaruhi Tekanan Darah?: Mengungkap Rahasia Hipertensi dengan Kedokteran Presisi

Penulis: dr. Petrus Gandi Purwosatrio, M.Sc

A close-up of a person's arm

AI-generated content may be incorrect.

Gambar 1. https://www.slideshare.net/slideshow/konsep-hipertensipptx/253050440

Pernahkah Anda melihat saudara atau seseorang yang Anda kenal, yang sebenarnya ‘tampak sehat’ namun tiba-tiba mengalami serangan jantung, stroke, atau bahkan gagal ginjal hingga cuci darah di usia muda? Ya, penyakit-penyakit mengerikan tersebut seringkali merupakan akibat atau komplikasi dari hipertensi.

Apa itu Hipertensi? Hipertensi, atau tekanan darah tinggi, sering dijuluki sebagai “silent killer” karena seringkali tidak menunjukkan gejala yang jelas namun dapat menyebabkan komplikasi serius. Secara tradisional, penanganannya bersifat “satu untuk semua”, sehingga pengobatan bisa jadi menemui kasus ‘trial and error’ yang berpotensi menimbulkan efek samping ataupun efek terapetik yang tidak optimal.

Mengapa beberapa orang yang mengonsumsi Captopril, salah satu obat penurun tensi golongan ACE-inhibitor, mengalami efek samping batuk? Sama halnya, mengapa beberapa orang rentan mengalami bengkak kaki setelah mengonsumsi Amlodipine, salah satu golongan calcium channel blocker? Nah, ternyata, era baru kedokteran genomik dan presisi menjanjikan pendekatan yang jauh lebih personal dan efektif, yang dapat mengoptimalkan tujuan terapi dengan meminimalisir efek samping. Hebat, bukan?

Penasaran apa sih artinya kedokteran genomik dan presisi? Dan bagaimana hal ini bisa merevolusi penanganan penyakit, khususnya hipertensi? Yuk, simak artikel singkat di bawah ini!

Hipertensi itu “Penyakit Keturunan”? Kok Bisa?

Anda pasti sering dengar kalimat, “Bapak saya hipertensi, jadi saya juga pasti kena.” Ternyata, ini bukan sekadar mitos! Studi menunjukkan bahwa jika salah satu orang tua Anda menderita hipertensi, risiko Anda meningkat hingga 2 kali lipat. Jika kedua orang tua Anda memilikinya, risikonya bisa lebih tinggi lagi!

badankebijakan.kemkes.go...

Gambar 2. https://www.badankebijakan.kemkes.go.id/bahaya-hipertensi-mengintai-anak-muda-indonesia

Ini terjadi karena gen yang kita warisi dari orang tua memainkan peran penting dalam mengatur banyak fungsi tubuh, termasuk cara pembuluh darah kita menyempit dan melebar, bagaimana tubuh kita mengatur kadar garam dan cairan, serta aktivitas sistem hormon yang mengatur tekanan darah. Jadi, jika Anda mewarisi “paket” gen yang kurang efisien dalam menjaga tekanan darah tetap normal, Anda memiliki kecenderungan atau predisposisi genetik untuk mengalami hipertensi.

“Kurangi Konsumsi Makanan Asin/Garam dan Olahraga Rutin”, Apakah Cukup?

Nasihat klasik untuk mencegah hipertensi adalah diet rendah garam dan olahraga teratur. Ini adalah nasihat yang sangat baik, tapi apakah cukup untuk semua orang? Ternyata, tidak juga.

A wooden spoon with white salt and letters on it

AI-generated content may be incorrect.

Gambar 3. https://new.yesdok.com/id/article/diet-rendah-garam

Di sinilah kedokteran presisi berperan dalam promotif dan preventif. Dengan menganalisis profil genetik Anda (misalnya melalui tes Polygenic Risk Score), dokter bisa melihat seberapa besar “bakat” genetik Anda untuk terkena hipertensi.

  • Bagi yang Berisiko Rendah: Gaya hidup sehat mungkin sudah sangat cukup untuk menjaga tekanan darah tetap ideal seumur hidup.
  • Bagi yang Berisiko Tinggi: Sekadar mengurangi garam mungkin tidak cukup. Anda mungkin perlu intervensi yang lebih proaktif sejak dini, seperti pemantauan tekanan darah yang lebih sering, anjuran diet yang lebih spesifik, atau bahkan intervensi medis lebih awal untuk mencegah penyakit ini benar-benar muncul.

Ini seperti mengetahui bahwa Anda punya “bakat” alergi debu. Tentu Anda akan lebih proaktif membersihkan rumah dibandingkan orang yang tidak punya alergi, kan?

Obat Tensi, Kenapa bisa Cocok-cocokan?

A hand holding a pile of pills

AI-generated content may be incorrect.

Gambar 4. www.siloamhospitals.com

Sekarang bagian yang paling menarik! Mengapa obat hipertensi yang sama bisa memberikan hasil dan efek samping yang berbeda pada setiap orang? Jawabannya lagi-lagi ada di gen kita, atau lebih tepatnya, farmakogenomik.

  1. Beda Ras, Beda Obat? Penelitian telah lama menunjukkan pola menarik ini. Pasien dari ras Afrika, misalnya, cenderung lebih responsif terhadap obat golongan calcium channel blocker (seperti Amlodipine) dan diuretik, tetapi kurang merespons terhadap golongan ACE inhibitor (seperti Captopril). Ini disebabkan oleh perbedaan genetik umum antar
  2. Misteri Batuk Akibat Captopril: Efek samping batuk kering yang mengganggu pada beberapa pengguna Captopril ternyata terkait dengan polimorfisme (variasi) pada gen ACE itu sendiri. Orang dengan varian gen tertentu lebih mungkin mengalami penumpukan zat bernama bradikinin saat minum obat ini, yang memicu refleks batuk.
  3. Kaki Bengkak Karena Amlodipine: Kecenderungan mengalami edema atau bengkak pada kaki setelah mengonsumsi Amlodipine juga dipengaruhi oleh variasi genetik yang mengatur metabolisme obat di hati dan fungsi pembuluh darah.

Dengan tes farmakogenomik, dokter dapat “mengintip” kode genetik Anda untuk memprediksi obat mana yang paling manjur dan paling minim efek samping untuk Anda. Tidak ada lagi drama coba-coba obat!

Pendekatan personal ini adalah masa depan kedokteran. Dengan memahami cetak biru genetik kita, penanganan hipertensi tidak lagi bersifat reaktif, melainkan menjadi proaktif, personal, dan jauh lebih efektif.

Editor: Gilang Ananda, S.Kom & dr. Aries Maulana, Sp.PA, AIFO-K

Daftar Referensi

  1. Ran, S., Liu, C., & Wang, J. (2022). Heritability of Hypertension: From the Perspective of Genetic Epidemiology. Journal of the American Heart Association, 11(20), e027138.
  2. Fuchs, F. D., & Whelton, P. K. (2020). High Blood Pressure and Cardiovascular Disease. Hypertension, 75(2), 285–292.
  3. Ehret, G. B., Munroe, P. B., Rice, K. M., et al. (2011). Genetic variants in novel pathways influence blood pressure and cardiovascular disease risk. Nature, 478(7367), 103–109.
  4. Pazoki, R., Dehghan, A., Evangelou, E., et al. (2018). Genetic Predisposition to High Blood Pressure and Lifestyle Factors. Circulation, 137(7), 653–661.
  5. Johnson, J. A. (2008). Ethnic differences in cardiovascular drug response: potential contribution of pharmacogenetics. Circulation, 118(13), 1383–1393.
  6. James, P. A., Oparil, S., Carter, B. L., et al. (2014). 2014 evidence-based guideline for the management of high blood pressure in adults: report from the panel members appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA, 311(5), 507–520.
  7. Woo, K. S., Nicholls, M. G., & Yim, A. P. C. (2002). Genetic block of the renin-angiotensin system: the role of angiotensin-converting enzyme inhibitors. Drug Safety, 25(11), 765–788.
  8. Uesugi, M., & Ikeda, Y. (2018). Pharmacogenomics of antihypertensive drugs. Journal of Human Hypertension, 32(1), 1-13.

Baloi-Sei Ladi, Jl. Gajah Mada, Tiban Indah, Kec. Sekupang, Kota Batam, Kepulauan Riau 29426
(0778) 7437111
Temukan kami

Telusuri