Problematika Hukum Atas Tragedi Ponpes Al Khoziny

Penulis: Ryo Tanamal Daulay, S.H. (2452035)

Sumber : ChatGPT

Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny yang terletak di Jalan KHR Moh Abbas I/18, Desa Buduran, Sidoarjo, merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di Jawa Timur. Didirikan oleh KH Raden Khozin Khoiruddin dan lebih dikenal sebagai Pesantren Buduran, tempat ini awalnya dibangun sebagai kediaman bagi putranya, KH Moch Abbas, setelah beliau pulang dari menimba ilmu di Makkah. Dengan dukungan masyarakat serta kegiatan keagamaan seperti khataman tafsir Jalalain, pondok tersebut berkembang pesat menjadi pusat pembinaan ulama. Walaupun beberapa sumber menyebutkan pesantren berdiri pada tahun 1927, pengasuh saat ini, KH Salam Mujib, memperkirakan keberadaannya sudah dimulai sejak sekitar tahun 1915–1920 M, berdasarkan catatan santri pertama dan kisah para alumni terdahulu.

Peristiwa runtuhnya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Khoziny di Buduran, Sidoarjo, terjadi pada Senin, 29 September 2025 sekitar pukul 15.35 WIB, saat para santri tengah menunaikan Salat Ashar berjamaah. Bangunan yang roboh merupakan mushala sekaligus asrama putra yang masih dalam proses pembangunan. Berdasarkan berbagai laporan, bangunan tersebut terdiri dari beberapa lantai, termasuk tambahan lantai atas yang sedang dalam tahap pengecoran lantai empat. Dugaan awal menunjukkan bahwa struktur bangunan tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk menopang beban tambahan, sehingga mengalami kelebihan beban (overloading). Selain itu, konstruksi bangunan diduga belum mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB), yang menyebabkan aspek legal dan teknis belum sepenuhnya terpenuhi.

Ketika kejadian berlangsung, lantai atas sedang digunakan sebagian santri dan masih terdapat aktivitas pekerja proyek di area tersebut. Pengecoran lantai empat yang dilakukan sejak pagi hari diduga memberikan tekanan tambahan pada struktur yang sudah rapuh. Akibat ketidakmampuan kolom dan fondasi dalam menahan beban, bangunan runtuh secara menyeluruh. Insiden ini mengakibatkan banyak korban di kalangan santri dan pekerja, serta mendorong dilakukannya penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap adanya unsur kelalaian dalam perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan pesantren.

Penanganan tragedi runtuhnya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Khoziny di Buduran, Sidoarjo, dilakukan dengan sigap oleh tim gabungan yang terdiri atas BPBD Sidoarjo, Basarnas Surabaya, TNI, Polri, dan sejumlah relawan. Begitu insiden terjadi pada 29 September 2025, upaya penyelamatan langsung dilaksanakan untuk mengevakuasi para santri dan pekerja yang tertimpa reruntuhan. Tenaga medis dari berbagai rumah sakit di sekitar lokasi turut dikerahkan guna memberikan penanganan darurat, sementara area pesantren ditetapkan sebagai zona darurat untuk memperlancar proses evakuasi serta menghindari penumpukan warga di lokasi kejadian.

Pemerintah Kabupaten Sidoarjo bersama Kementerian Agama serta lembaga kemanusiaan seperti NU dan Baznas memberikan bantuan berupa logistik, santunan bagi korban, dan menanggung seluruh biaya pengobatan. Posko darurat serta dapur umum juga dibangun di sekitar area pesantren untuk memenuhi kebutuhan para santri dan keluarga korban. Di sisi lain, Polresta Sidoarjo bersama tim forensik Polda Jawa Timur melakukan penyelidikan mendalam guna mengetahui penyebab utama runtuhnya bangunan, termasuk menelusuri aspek teknis, penggunaan material, serta kelengkapan izin pembangunan yang diduga belum sesuai ketentuan.

Sebagai tindak lanjut, pemerintah daerah bersama Kementerian PUPR melaksanakan evaluasi menyeluruh terhadap bangunan pesantren di Jawa Timur guna memastikan standar keamanan dan kelayakan konstruksi. Bantuan pendampingan psikologis turut diberikan kepada para santri yang selamat untuk membantu pemulihan mental mereka pascatragedi. Dalam jangka panjang, pemerintah dan pihak pesantren berkomitmen untuk membangun kembali fasilitas dengan pengawasan teknis yang lebih ketat serta menjadikan peristiwa ini sebagai pelajaran berharga akan pentingnya kepatuhan terhadap prosedur perizinan dan standar keselamatan bangunan.

Menurut laporan terkini, insiden runtuhnya mushala Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Khoziny di Buduran, Sidoarjo, mengakibatkan sekitar 171 orang menjadi korban. Dari total tersebut, tercatat 67 orang meninggal dunia, sedangkan 104 lainnya berhasil diselamatkan, meskipun sebagian mengalami luka-luka. Tragedi ini menjadi salah satu peristiwa paling tragis di lingkungan pesantren karena tingginya jumlah korban jiwa dan besarnya dampak sosial yang dirasakan oleh para santri serta masyarakat sekitar.

Pemerintah pusat bersama sejumlah kementerian dan lembaga terkait segera mengambil langkah evaluatif secara menyeluruh terhadap keamanan infrastruktur pondok pesantren di seluruh Indonesia pasca tragedi runtuhnya bangunan Ponpes Al-Khoziny di Sidoarjo. Kementerian PUPR, Kementerian Agama, serta pemerintah daerah ditugaskan untuk meninjau kembali aspek-aspek teknis bangunan, termasuk kekuatan struktur, fondasi, dan kepatuhan terhadap izin pembangunan (PBG/IMB). Selain itu, pemerintah juga berencana menetapkan regulasi khusus mengenai standar konstruksi pesantren guna memastikan setiap pembangunan fasilitas pendidikan keagamaan sesuai dengan prinsip keselamatan bangunan. Presiden Prabowo memberikan instruksi untuk memperketat pengawasan teknis dan administratif, sedangkan DPR RI menekankan pentingnya investigasi transparan agar potensi kelalaian dapat terungkap. Kementerian PUPR pun menyampaikan bahwa pembangunan kembali Ponpes Al-Khoziny akan dibiayai melalui dana APBN, mengingat kondisi struktur lama tidak layak untuk diperbaiki.

Meskipun berbagai langkah telah ditempuh dengan cepat, pemerintah tetap dihadapkan pada sejumlah hambatan seperti kompleksitas birokrasi perizinan, rendahnya kesadaran terhadap standar konstruksi, serta lemahnya pengawasan setelah izin dikeluarkan. Banyak pesantren diketahui belum memiliki PBG karena kurangnya pemahaman teknis atau sulitnya proses administrasi. Untuk itu, pemerintah direkomendasikan melakukan penyederhanaan prosedur perizinan, memperluas sosialisasi, dan mewajibkan keterlibatan tenaga ahli konstruksi dalam setiap proses pembangunan maupun renovasi. Peningkatan transparansi, akuntabilitas, serta evaluasi berkala juga dianggap krusial untuk mencegah terulangnya insiden serupa. Di sisi lain, pembangunan ulang diharapkan menitikberatkan pada aspek keselamatan, kualitas struktur, dan keberlanjutan bangunan dalam jangka panjang.

Tragedi runtuhnya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Khoziny di Buduran, Sidoarjo, dari perspektif hukum menunjukkan adanya indikasi pelanggaran di berbagai ranah hukum — mulai dari pidana, administrasi, hingga perdata dan tanggung jawab moral. Secara pidana, peristiwa ini tergolong kelalaian yang mengakibatkan korban meninggal dunia dan luka berat sebagaimana diatur dalam Pasal 359 dan 360 KUHP. Selain itu, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman juga mengatur tanggung jawab hukum bagi pihak-pihak yang terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan proyek pembangunan. Oleh karena itu, pengurus pesantren, kontraktor, konsultan perencana, maupun pemerintah daerah dapat dimintai pertanggungjawaban apabila terbukti melakukan kelalaian atau mengabaikan ketentuan keselamatan konstruksi.

Dari sisi hukum administrasi, tragedi ini memperlihatkan pelanggaran terhadap aturan perizinan bangunan (PBG/IMB) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 dan PP Nomor 16 Tahun 2021. Berdasarkan sejumlah laporan, pembangunan mushala dilakukan tanpa izin lengkap dan adanya penambahan lantai tanpa revisi izin resmi, yang merupakan pelanggaran serius terhadap ketentuan teknis bangunan gedung. Akibatnya, pemerintah daerah berwenang menjatuhkan sanksi administratif, seperti penghentian pembangunan, pembongkaran bangunan yang tidak memenuhi syarat, pemberian denda, atau bahkan pencabutan izin operasional yayasan. Sementara dari aspek perdata, keluarga korban memiliki dasar hukum untuk menuntut ganti rugi berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata terhadap pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab, termasuk pengelola pesantren dan kontraktor, atas kerugian materiil maupun immateriil yang dialami.

Lebih dari sekadar persoalan hukum positif, peristiwa ini juga menyentuh dimensi etika dan moral hukum. Dalam pandangan hukum Islam maupun hukum nasional, perlindungan terhadap keselamatan manusia (hifdz an-nafs) merupakan prinsip fundamental yang wajib dijaga. Sebagai lembaga pendidikan berbasis keagamaan, pesantren memiliki kewajiban moral untuk memastikan keamanan seluruh santrinya. Karena itu, tanggung jawab tidak cukup hanya ditegakkan melalui proses hukum, tetapi juga harus disertai pemulihan moral dan sosial — seperti penyampaian permohonan maaf secara terbuka, pemberian santunan kepada keluarga korban, serta transparansi hasil penyelidikan. Tragedi ini menjadi pengingat penting bahwa kelalaian terhadap aspek keselamatan merupakan pelanggaran terhadap nilai kemanusiaan dan amanah hukum yang menjunjung tinggi perlindungan atas kehidupan manusia.

Editor: Ambarwulan, S.T.

Referensi

  1. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPidana) Pasal 359 KUHPidana dan Pasal 360 KUHPidana.
  2. Republik Indonesia Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
  3. Republik Indonesia Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
  4. Republik Indonesia Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
  5. Pasal 1365 KUH Perdata
  6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
  7. Detikjatim. (2025, 29 September). Mengenal Ponpes Al Khoziny Buduran Sidoarjo, Pesantren Tertua di Jatim. diakses dari https://www.detik.com/jatim/berita/d-8136477/mengenal-ponpes-al-khoziny-buduran-sidoarjo-pesantren-tertua-di-jatim?.
  8. Muidigital. (2025, 07 Oktober). MUI Ajak Umat Islam Shalat Ghaib untuk Korban Runtuhnya Mushala Pesantren Al-Khoziny. Diakses dari https://mui.or.id/baca/berita/mui-ajak-umat-islam-shalat-ghaib-untuk-korban-runtuhnya-mushala-pesantren-al-khoziny?
  9. Pikiran rakyat Surabaya. (2025, 07 Oktober). DATA TERAKHIR Tragedi Al Khoziny Sidoarjo: 171 Korban, 67 Meninggal, 104 Selamat. Diakses dari https://surabaya.pikiran-rakyat.com/surabaya-raya/pr-3929702336/data-terakhir-tragedi-al-khoziny-sidoarjo-171-korban-67-meninggal-104-selamat
  10. Antara Kalbar. (2025, 07 Oktober). Jumlah korban mushalla ambruk Al Khoziny capai 171 orang. Diakses darihttps://kalbar.antaranews.com/amp/berita/668785/jumlah-korban-mushalla-ambruk-al-khoziny-capai-171-orang
  11. REPUBLIKA.CO.ID. (2025, 11 Oktober). Menko PMK Minta Keamanan Bangunan Pesantren Dievaluasi. Diakses dari https://news.republika.co.id/berita/t3y036487/menko-pmk-minta-keamanan-bangunan-pesantren-dievaluasi
  12. Antara. (2025, 11 Oktober). Menko PMK minta keamanan bangunan pesantren dievaluasi. Diakses dari https://m.antaranews.com/berita/5167769/menko-pmk-minta-keamanan-bangunan-pesantren-dievaluasi

Baloi-Sei Ladi, Jl. Gajah Mada, Tiban Indah, Kec. Sekupang, Kota Batam, Kepulauan Riau 29426
(0778) 7437111
Temukan kami

Telusuri