Penulis: Excel Brayen Sandoval, S.H., M.H.
[Batam, 24 Maret 2025] – Mengapa DPR tidak membuka draf RUU TNI secara luas? Berikut jawaban Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, “Kami ingin menghindari perdebatan sengit dan tuduhan-tuduhan dari masyarakat karena pembahasannya masih berjalan. Kami menunggu sampai benar-benar selesai sehingga bisa menjawab kekhawatiran masyarakat” (narasinewsroom, 2025).
Sumber: Image Generated by AI (chatgpt.com)
Apakah ada alasan pembenar bagi pembentuk undang-undang in casu pemerintah dan DPR dalam peraturan perundang-undangan untuk membatasi pemberian akses suatu rancangan undang-undang kepada masyarakat? Jawabannya adalah tidak ada satupun alasan pembenar bagi pembentuk undang-undang untuk membatasi akses suatu rancangan undang-undang termasuk perubahannya kepada masyarakat, berikut penalaran hukumnya.
Pertama, Sebagai tindak lanjut ketentuan Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut sebagai UUD NRI Tahun 1945), lihat Bagian Mengingat Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (selanjutnya disebut UU P3), salah satu asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik telah ditentukan dalam Pasal 5 huruf g UU P3: “Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi: g. keterbukaan.”. Berikut Penjelasan Pasal 5 huruf g UU P3: “Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah bahwa Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan, termasuk Pemantauan dan Peninjauan memberikan akses kepada publik yang mempunyai kepentingan dan terdampak langsung untuk mendapatkan informasi dan/atau memberikan masukan pada setiap tahapan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang dilakukan secara lisan dan/atau tertulis dengan cara daring (dalam jaringan) dan/atau luring (luar jaringan).”;
Kedua, perlu diketahui terlebih dahulu terkait tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan yang harus dibuka kepada publik:
- Perencanaan dilakukan melalui program legislasi nasional (vide Pasal 16 sampai dengan Pasal 23 UU P3);
- Penyusunan dilakukan melalui penyusunan naskah akademik, pengajuan rancangan undang-undang, pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang (vide Pasal 43 sampai dengan Pasal 51 UU P3);
- Pembahasan dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan yaitu: (vide Pasal 66 sampai dengan Pasal 69 UU P3)
- pembicaraan tingkat I dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat Panitia Khusus, dengan kegiatan:
- pengantar musyawarah;
- pembahasan daftar inventarisasi masalah; dan
- penyampaian pendapat mini.
- pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna, dengan kegiatan:
- penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil pembicaraan tingkat I;
- pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap- tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan
- penyampaian pendapat akhir Presiden yang dilakukan oleh menteri yang ditugasi.
Ketiga, seluruh proses pembentukan undang-undang a quo (termasuk pengesahan, pengundangan, pemantauan dan peninjauan) wajib tunduk pada asas keterbukaan pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 5 huruf g UU P3;
Keempat, asas keterbukaan terpenuhi jika pembentuk undang-undang memenuhi dua kewajiban kumulatif yaitu: (lihat paragraf [3.18] sub-paragraf [3.18.4] Pertimbangan Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020, halaman 412, lihat juga halaman 440)
- Penyebarluasan program legislasi nasional, rancangan undang-undang dan undang-undang dilakukan dengan: “Penyebarluasan dilakukan oleh DPR dan Pemerintah sejak penyusunan Prolegnas, penyusunan Rancangan Undang-Undang, pembahasan Rancangan Undang-Undang, hingga Pengundangan Undang-Undang. Penyebarluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat serta para pemangku kepentingan.” (vide Pasal 88 UU P3)
- Partisipasi masyarakat dilakukan dengan: “Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam setiap tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Naskah Akademik dan/atau Rancangan Peraturan Perundang-undangan, dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Dalam melaksanakan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembentuk Peraturan Perundang-undangan menginformasikan kepada masyarakat tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.” (vide Pasal 96 ayat (1), ayat (4) dan ayat (5) UU P3)
Sumber: Image Generated by AI (chatgpt.com)
Kelima, artinya penyebarluasan rancangan undang-undang bertujuan untuk memberikan ruang partisipasi masyarakat dalam pembentukan undang-undang maka setiap perubahan rancangan undang-undang (jika ada) wajib pula untuk disebarluaskan sebab tanpa ada penyebarluasan perubahan rancangan undang-undang maka tidak akan tersedia ruang partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan pembentukan undang-undang.
Keenam, mengingat Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (selanjutnya disebut RUU TNI) diusulkan oleh DPR, maka perubahan rancangan undang-undang dapat terjadi sepanjang (lihat Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pembentukan Undang-Undang, selanjutnya disebut PDPR 2/2020):
- Jika dalam tahap penyusunan undang-undang pada sub-tahapan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang di badan legislasi diputuskan hasil perumusan ulang rancangan undang-undang (vide Pasal 71 ayat (1) dan ayat (2) jo. Pasal 74 ayat (1) dan ayat (2) PDPR 2/2020);
- Jika dalam tahap penyusunan undang-undang pada sub-tahapan pengajuan dan pengambilan keputusan rancangan undang-undang (Pengajuan Rancangan Undang-Undang dari Anggota, Komisi, Gabungan Komisi, dan Badan Legislasi) diputuskan hasil penyempurnaan rumusan rancangan undang-undang (vide Pasal 77 ayat (6) jo. Pasal 82 PDPR 2/2020);
- Jika dalam tahapan pembahasan rancangan undang-undang pada pembicaraan tingkat I yang dilakukan dalam rapat kerja ditentukan penyempurnaan rancangan undang-undang yang bersifat redaksional dan/atau dalam hal substansi rancangan undang-undang disetujui tetapi rumusan perlu disempurnakan, langsung diserahkan kepada tim perumus (vide Pasal 100 ayat (1) huruf b dan huruf c jo. Pasal 104 ayat (1) jo. Pasal 96 ayat (1) huruf c PDPR 2/2020);
- Jika dalam tahapan pembahasan rancangan undang-undang pada pembicaraan tingkat I yang dilakukan dalam rapat panitia kerja tercapai kesepakatan perubahan atas suatu atau beberapa rumusan rancangan undang-undang (vide Pasal 103 ayat (2) jo. Pasal 96 ayat (1) huruf b PDPR 2/2020);
- Jika dalam tahapan pembahasan rancangan undang-undang pada pembicaraan tingkat I yang dilakukan dalam rapat tim sinkronisasi tercapai kesepakatan perubahan atas suatu atau beberapa rumusan rancangan undang-undang (vide Pasal 106 ayat (2) jo. Pasal 96 ayat (1) huruf d PDPR 2/2020);
- Jika dalam tahapan pembahasan rancangan undang-undang pada pembicaraan tingkat I yang dilakukan dalam rapat kerja tercapai kesepakatan perubahan atas suatu atau beberapa rumusan rancangan undang-undang (vide Pasal 107 ayat (1) jo. Pasal 96 ayat (1) huruf a PDPR 2/2020);
- Jika dalam tahapan pembahasan rancangan undang-undang pada pembicaraan tingkat I yang dilakukan dalam rapat paripurna DPR tercapai kesepakatan perubahan atas suatu atau beberapa rumusan rancangan undang-undang (vide Pasal 108 huruf f PDPR 2/2020).
Ketujuh, Dari seluruh potensi perubahan rancangan undang-undang sebagaimana telah dijelaskan pada paragraf keenam maka dapat disimpulkan penyebarluasan rancangan undang-undang dapat terjadi paling banyak 7 (tujuh) kali (perubahan). Jika terjadi banyak perubahan pada setiap tahapan pembentukan undang-undang in casu RUU TNI maka seharusnya setiap perubahan a quo disebarluaskan agar dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Dan jikalaupun tidak terdapat perubahan terhadap RUU TNI maka seharusnya RUU a quo tetap harus disebarluaskan sebagaimana perintah Pasal 5 huruf g, Pasal 88 dan Pasal 96 ayat (1), ayat (4), dan ayat (5) UU P3.
Kedelapan, dengan melaksanakan perintah ketentuan a quo, maka kecurigaan masyarakat terkait dinamika pembahasan RUU TNI yang dilakukan oleh pembentuk undang-undang tidak akan semakin besar, sebab: (Lihat Bagian Menimbang huruf a, huruf b, dan huruf c Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, selanjutnya disebut UU 14/2008)
- Keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik; dan
- Hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik; serta
- Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional.
Kesembilan, dari ketiga landasan a quo, rancangan undang-undang dan/atau perubahannya in casu RUU TNI merupakan bagian dari daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah penguasaan DPR maka informasi publik a quo wajib disediakan setiap saat oleh DPR (vide Pasal 11 ayat (1) huruf a UU 14/2008).
Sumber: Image Generated by AI (chatgpt.com)
Kesepuluh, sebagai masukan, untuk melaksanakan kewajibannya dalam menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan maka DPR harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien termasuk setiap tahapan pembentukan undang-undang sehingga dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat (vide Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) UU 14/2008), hal ini bertujuan untuk mencegah kecurigaan yang berlebihan dari masyarakat sebagai pemangku kepentingan in casu pengguna informasi publik yang berhak atas setiap informasi publik yang bersifat terbuka in casu setiap tahapan pembentukan undang-undang termasuk rancangan undang-undang dan/atau perubahannya (vide Pasal 2 ayat (1) UU 14/2008, sebagai tindak lanjut dari Pasal 28F UUD NRI Tahun 1945, lihat Bagian Mengingat UU 14/2008).
Dari seluruh penalaran hukum tersebut bahwa tindakan DPR untuk tidak membuka draf RUU TNI secara luas dengan alasan “menghindari perdebatan sengit dan tuduhan-tuduhan dari masyarakat karena pembahasannya masih berjalan” adalah tidak beralasan menurut hukum. Sebaliknya untuk menghindari perdebatan sengit dan tuduhan-tuduhan dari masyarakat meskipun pembahasannya masih berjalan, kedepannya DPR harus membuka draf rancangan undang-undang (tanpa pengecualian) secara luas agar dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat sebagaimana telah ditentukan peraturan perundang-undangan, terutama Pasal 22A, Pasal 28F UUD NRI Tahun 1945, dan Pasal 5 huruf g, Pasal 88, Pasal 96 ayat (1), ayat (4), ayat (5) UU P3, serta Pasal 7 ayat (2), ayat (3), Pasal 11 ayat (1) huruf a UU 14/2008.
Editor: Gilang Ananda, S.Kom
Referensi:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
- Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
- Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pembentukan Undang-Undang
- Narasi Daily. 2025. Wakil ketua Komisi I Jelaskan Alasan Draf RUU Susah Diakses: Untuk Menghindari Perdebatan Sengit di Masyarakat. Diakses Pada: https://www.instagram.com/narasinewsroom/reel/DHbD2eLhHwA/