Sejarah Jalan Raya di Indonesia, Kisah Jalan Raya Pos Anyer–Panarukan

Penulis: Imanuela Cristine Wahyu Mangais (2411027)

Sejarah jalan raya di Indonesia tak bisa dilepaskan dari pembangunan Jalan Raya Pos (De Grote Postweg) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Jalan Daendels. Jalan legendaris sepanjang hampir 1.000 kilometer ini membentang dari Anyer di Banten hingga Panarukan di Jawa Timur, dibangun pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels, yang diangkat pada tahun 1807 oleh Raja Louis Bonaparte, adik Napoleon Bonaparte.

Jalan Anyer-Panarukan, Kerja Paksa Daendels Atau Dikorupsi?

Gambar 1. Ilustrasi Jalan, Sumber: Google.com

Daendels diberi dua misi utama: mempertahankan Pulau Jawa dari ancaman Inggris dan membenahi sistem administrasi kolonial. Menyadari pentingnya jalur komunikasi dan transportasi cepat, ia mengeluarkan perintah pada April 1808 untuk membangun sebuah jalan raya besar yang akan menghubungkan pusat-pusat pemerintahan di Jawa. Jalan ini juga dirancang untuk mempercepat pengiriman surat dan perintah melalui sekitar 50 kantor pos yang tersebar sepanjang rute Batavia–Surabaya.

Proyek Ambisius yang Penuh Kontroversi

Daendels menunjuk Kolonel von Lützow untuk memimpin pembangunan. Bagian awal jalur, dari Batavia (Jakarta) menuju Buitenzorg (Bogor), diratakan langsung oleh pasukan Belanda. Sementara itu, pembangunan dari Cirebon hingga Surabaya diserahkan kepada para bupati setempat dengan menghubungkan jalan yang sudah ada. Hal ini membuat proyek menjadi lebih cepat rampung karena melibatkan tenaga rakyat di tiap wilayah.

Anyer-Panarukan, Jalan Bersejarah yang Mungkin Sudah Dilupakan Pemudik ·  Faktabanten.co.id

Gambar 2. Peta Jalan Anyer-Panarukan, Sumber: Google.com

Jalan ini dibangun dengan standar teknis tertentu: lebarnya ditetapkan 2 rijnlandse roeden (sekitar 7,5 meter), dengan tiang penanda jarak setiap 1,5 kilometer. Pemerintah kolonial menganggarkan sekitar 30.000 ringgit perak, dan pekerjaan melibatkan lebih dari 1.100 pekerja yang dikerahkan dari berbagai daerah. Proyek raksasa ini akhirnya selesai pada tahun 1810, hanya dalam waktu dua tahun—sebuah pencapaian besar untuk ukuran masa itu.

Namun, di balik kesuksesannya, proyek ini menyimpan cerita kelam. Banyak sumber menyebut bahwa pembangunan dilakukan dengan kerja paksa. Meski ada catatan pekerja resmi digaji, kenyataannya banyak upah yang dipotong pejabat lokal (priyayi), sementara rakyat biasa yang dimobilisasi justru harus bekerja dengan penderitaan. Diperkirakan ribuan orang meninggal, mulai dari catatan 500 korban di Megamendung hingga laporan William Thorn, seorang tentara Inggris, yang menyebut angka mencapai 12.000 korban jiwa.

Sejarawan Asvi Warman Adam dalam tulisannya di Majalah Tempo berjudul “Karya Raksasa Daendels” mengingatkan bahwa angka-angka tersebut bisa jadi dilebih-lebihkan oleh lawan politik Daendels. Meski demikian, tak bisa dipungkiri bahwa proyek ini meninggalkan jejak penderitaan bagi rakyat Jawa pada masanya.

Warisan Jalan Raya Pos

Terlepas dari kontroversinya, Jalan Raya Pos hingga kini masih menjadi salah satu jalur utama transportasi di Pulau Jawa. Jalur ini bukan hanya saksi sejarah kolonial, tetapi juga penanda betapa pentingnya infrastruktur bagi mobilitas dan pertahanan sebuah wilayah. Kini, jalan yang dibangun lebih dari dua abad lalu itu tetap berperan vital dalam pergerakan ekonomi dan sosial di Indonesia.

Dengan segala kisah pahit dan manisnya, Jalan Raya Anyer–Panarukan menjadi simbol ambisi besar, penderitaan rakyat, sekaligus warisan monumental yang terus digunakan masyarakat hingga hari ini.

Editor: Ambarwulan, S.T.

Baloi-Sei Ladi, Jl. Gajah Mada, Tiban Indah, Kec. Sekupang, Kota Batam, Kepulauan Riau 29426
(0778) 7437111
Temukan kami

Telusuri