Penulis : dr. Petrus Gandi Purwosatrio, M.Sc & dr. Aries Maulana. Sp.PA, AIFO-K
Dulu, ketika kita bicara “genetik”, mungkin yang terlintas di benak adalah mutasi, cacat genetik, atau penyakit keturunan yang mengerikan. Genomik seolah hanya tentang “rusaknya” cetak biru kehidupan. Tapi tunggu dulu! Dunia sains telah melaju sangat pesat, dan kini kita tahu bahwa genom kita jauh lebih dinamis, kompleks, dan… cool dari yang kita bayangkan.
Bayangkan ini: genom kita itu seperti sebuah buku resep yang sangat, sangat tebal. Dulu, kita hanya bisa membaca daftar bahannya (DNA) dan mencatat kalau ada huruf yang salah (mutasi). Tapi sekarang? Teknologi mutakhir memungkinkan kita untuk tidak hanya membaca resep, tapi juga mengamati seluruh proses memasaknya secara real-time, melihat bagaimana setiap bahan bereaksi, dan bahkan bagaimana aroma yang berbeda muncul dari setiap hidangan kecil yang berbeda. Penasaran teknologi apa saja yang membuat kita bisa “mengintip” sedalam itu? Yuk, kita bedah!

Gambar 1. https://www.nature.com/articles/s41467-024-45191-5.pdf
Berbeda dari teknologi sekuensing, teknologi ini mendeteksi lebih dari sekedar ada atau tidaknya mutasi atau ‘cacat’ pada gen. Lebih dari itu, teknologi terkini dalam genomik mencoba memecahkan bagaimana ‘cacat’ tersebut bisa benar-benar berujung pada penyakit atau kondisi tertentu. Karena pada kasus yang kita temui, kadang-kadang ‘cacat’ yang sama, tidak selalu berujung pada fenotipe/konsekuensi yang setara. Anggaplah ada 2 orang dengan cacat genetik yang sama di gen atau DNA yang mengatur organ mata. Ternyata, satu orang mengalami kebutaan permanen, tapi kok yang satu orang lainnya, hanya mengalami pandangan kabur ringan saja, bahkan penglihatannya bisa baik-baik saja? Ternyata, penyakit/konsekuensi dari cacat gen tersebut punya banyak variabel yang bisa mempengaruhi luaran/derajat keparahan suatu penyakit/kondisi.
Wah, keren juga ya kalau kita memprediksi, siapa-siapa saja sih yang berpotensi jadi punya penyakit yang parah? Kan kalau kita tahu lebih dini, mungkin penyakitnya bisa kita cegah! Nah, menarik bukan? Yuk kita cermati!
1. “Mengintip” ke Dalam Setiap Sel: Memahami Cara Kerja Single-Cell Sequencing.
Coba bayangkan tubuh kita ini adalah sebuah kota besar. Dulu, jika kita ingin tahu apa yang terjadi di kota ini, kita mungkin hanya bisa mengambil sampel dari seluruh kota (misalnya, sampel darah) dan menganalisisnya secara “rata-rata”. Hasilnya? Kita tahu tentang tren umum, tapi detail spesifik dari setiap rumah tangga atau individu hilang. Nah, Single-Cell Sequencing ini ibaratnya kita punya kemampuan untuk masuk ke dalam setiap rumah di kota itu, bahkan setiap kamar, dan melihat apa yang sedang dilakukan oleh setiap penghuninya (setiap sel)! Kita bisa melihat ekspresi gen individual dari setiap sel, bahkan sel yang letaknya berdekatan tapi punya fungsi atau status penyakit yang sangat berbeda. Ini mengubah cara kita memahami penyakit, terutama kanker, di mana sel-sel tumor bisa sangat heterogen.
2. Peta Genomik 3 Dimensi: Spatial Transcriptomics.
Oke, kita sudah bisa mengintip apa yang terjadi di setiap rumah. Tapi, di kota (jaringan tubuh) ini, letak geografis itu penting! Sebuah sel di sebelah kiri mungkin berinteraksi dengan sel di sebelah kanan, dan interaksi ini bisa memengaruhi perilakunya.

Gambar 2. https://www.nature.com/articles/s41586-023-05795-1
Spatial Transcriptomics memungkinkan kita untuk memetakan ekspresi gen di setiap sel sambil tetap mempertahankan informasi lokasinya di dalam jaringan. Ini seperti kita tidak hanya tahu apa yang terjadi di setiap rumah, tapi juga tahu rumah mana yang berdekatan dengan taman, rumah mana yang di dekat jalan raya, dan bagaimana tetangga berinteraksi. Ini krusial untuk memahami penyakit yang melibatkan struktur jaringan kompleks, seperti tumor atau organ yang rusak.
3. Saklar Gen yang Tak Terlihat: Epigenetics Studies.
Bagaimana kalau gen Anda itu seperti switch lampu? Anda punya gennya, tapi apakah “lampunya menyala” (gennya aktif) atau “mati” (gennya tidak aktif) bisa dipengaruhi oleh banyak hal, termasuk gaya hidup, lingkungan, dan bahkan stres? Inilah yang dipelajari dalam Epigenetics. Epigenetika adalah perubahan pada ekspresi gen yang tidak melibatkan perubahan pada urutan DNA itu sendiri. Ini seperti ada “catatan tempel” (sticky notes) di buku resep Anda yang mengatakan, “Resep ini jangan dimasak hari ini!” atau “Gunakan bumbu lebih banyak!” Teknologi epigenetik memungkinkan kita membaca “catatan tempel” ini, yang bisa menjelaskan mengapa orang dengan gen yang sama bisa memiliki risiko penyakit yang berbeda, atau mengapa kembar identik bisa mengembangkan penyakit yang berbeda seiring waktu.
Revolusi Kedokteran Presisi: Menuju Pengobatan yang Benar-Benar Personal.
Semua kemajuan teknologi ini bukan sekadar pameran sains canggih. Ini adalah fondasi dari Kedokteran Presisi, sebuah revolusi yang mengubah cara kita memandang kesehatan dan penyakit.
- Deteksi Dini yang Sangat Akurat: Kita tidak lagi menunggu penyakit muncul. Dengan memahami dinamika sel dan ekspresi gen, kita bisa mendeteksi tanda-tanda awal penyakit bahkan sebelum gejala klinis muncul.
- Terapi yang Sangat Bertarget: Daripada “satu obat untuk semua”, kita bisa mengembangkan obat yang dirancang khusus untuk profil genetik, epigenetik, dan bahkan lokasi seluler penyakit Anda. Ini berarti pengobatan yang lebih efektif dan minim efek samping.
- Pencegahan yang Personal: Dengan mengetahui “kelemahan” genetik dan epigenetik kita, kita bisa mengambil langkah pencegahan yang sangat spesifik, bukan sekadar anjuran umum.

Intinya, dunia genomik dan kedokteran presisi kini jauh melampaui sekadar mencari “gen yang rusak”. Kita kini mampu memahami orkestrasi kompleks kehidupan di tingkat seluler, membuka pintu menuju era di mana pengobatan benar-benar disesuaikan untuk setiap individu. Ini bukan lagi fiksi ilmiah, ini adalah masa depan kesehatan yang sedang kita bangun bersama!
Editor: Gilang Ananda, S.Kom
Daftar Referensi
- Stark, R., Grzelak, M., & Hadfield, J. (2019). RNA sequencing: the teenage years. Nature Reviews Genetics, 20(11), 631–656.
- Kulkarni, A., Anderson, A. G., Merullo, D. P., & Konopka, G. (2019). Beyond Bulk: A Review of Single-Cell Transcriptomics Methodologies and Applications. Neuron, 104(1), 21-32.
- Rao, A., Barkley, D., França, G. S., & Pourquié, O. (2021). The emerging field of spatial transcriptomics. Nature, 596(7871), 211–220.
- Moses, L., & Pachter, L. (2022). Museum of spatial transcriptomics. Nature Methods, 19(5), 534–546.
- Goldberg, A. D., Allis, C. D., & Bernstein, E. (2007). Epigenetics: a landscape takes shape. Cell, 128(4), 635–638.
- Jaenisch, R., & Bird, A. (2003). Epigenetic regulation of gene expression: how the genome integrates intrinsic and environmental signals. Nature Genetics, 33(3s), 245–254.
- Collins, F. S., & Varmus, H. (2015). A New Initiative on Precision Medicine. The New England Journal of Medicine, 372(9), 793–795.
- Ashley, E. A. (2016). Towards precision medicine. Nature Reviews Genetics, 17(9), 507–522.


