Penulis: Muhammad Ilham Ashiddiq Tresnawan, S.T., M.S.
Sumber: Pinterest
Pembayaran biometrik dengan menggunakan sidik jari kini menjadi salah satu inovasi paling menarik dalam dunia finansial digital. Dengan semakin berkembangnya teknologi dan meningkatnya kebutuhan akan transaksi yang cepat, praktis, dan aman, metode ini dipandang sebagai solusi masa depan dalam sistem pembayaran. Sidik jari sebagai identitas unik manusia digunakan untuk memverifikasi dan mengotentikasi transaksi, sehingga pengguna tidak lagi bergantung pada kartu fisik, password, atau PIN. Namun, pertanyaan yang kemudian muncul adalah: apakah transaksi dengan sidik jari benar-benar aman?
Keunggulan utama dari sistem pembayaran berbasis sidik jari terletak pada tingkat kenyamanan yang diberikan kepada pengguna. Dengan satu sentuhan, proses transaksi dapat dilakukan dengan cepat tanpa perlu memasukkan angka PIN atau menggesek kartu. Hal ini meminimalisir risiko kelupaan password dan kehilangan kartu.
Selain itu, sidik jari bersifat unik pada setiap individu, sehingga kemungkinan dua orang memiliki pola sidik jari yang sama sangat kecil. Faktor ini membuat metode biometrik dianggap lebih sulit dipalsukan dibandingkan metode otentikasi konvensional. Dari sisi efisiensi, sistem ini juga mempercepat arus transaksi di berbagai sektor, mulai dari ritel, perbankan, hingga layanan publik.
Meskipun memiliki banyak keunggulan, penggunaan sidik jari sebagai metode pembayaran tidak terlepas dari tantangan serius, terutama pada aspek keamanan.
Salah satu risiko terbesar adalah pencurian data biometrik. Data sidik jari biasanya disimpan dalam bentuk digital yang terenkripsi di perangkat atau server. Jika data ini berhasil dicuri melalui peretasan, konsekuensinya sangat besar. Tidak seperti kata sandi atau PIN yang dapat diubah, sidik jari adalah identitas biologis permanen yang tidak dapat diganti. Artinya, sekali data bocor, pengguna bisa kehilangan perlindungan seumur hidup.
Kerentanan lain muncul dari teknologi sensor yang digunakan. Perangkat pemindai sidik jari dapat mengalami kesalahan berupa false acceptance (menerima orang yang tidak sah) atau false rejection (menolak pemilik sah). Akurasi sensor sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti kondisi kulit, kelembaban, atau kerusakan fisik pada jari. Hal ini menimbulkan celah keamanan sekaligus dapat mengganggu pengalaman pengguna.
Selain itu, ancaman rekayasa biometrik juga tidak bisa diabaikan. Peneliti telah menunjukkan bahwa sidik jari dapat direplikasi menggunakan bahan buatan, seperti silikon atau cetakan 3D. Tanpa adanya sistem liveness detection (pendeteksi tanda-tanda kehidupan), pemindai sidik jari berisiko menerima data palsu sebagai otentikasi yang sah.
Tidak kalah penting, penyalahgunaan oleh pihak ketiga juga menjadi isu sensitif. Pihak tertentu, baik penyedia layanan maupun hacker, berpotensi memanfaatkan data biometrik untuk tujuan komersial atau kriminal. Hal ini menimbulkan pertanyaan etis dan hukum terkait perlindungan data pribadi.
Keamanan dalam pembayaran biometrik tidak hanya bergantung pada perangkat keras seperti sensor sidik jari, tetapi juga pada keseluruhan ekosistem digital yang mendukungnya. Proses enkripsi data, penyimpanan aman, serta regulasi perlindungan data menjadi faktor krusial yang harus diperhatikan.
Banyak penyedia layanan finansial kini menerapkan multi-factor authentication (MFA), di mana sidik jari dipadukan dengan lapisan keamanan tambahan seperti token digital, OTP (One Time Password), atau enkripsi end-to-end. Pendekatan berlapis ini dapat meminimalisir risiko serangan meskipun data biometrik menjadi target utama.
Dari perspektif konsumen, pembayaran biometrik meningkatkan kenyamanan dan memberikan rasa aman karena pengguna tidak perlu lagi membawa kartu atau mengingat PIN. Namun, sebagian konsumen masih memiliki kekhawatiran mengenai privasi dan potensi penyalahgunaan data biometrik.
Bagi industri finansial, penerapan teknologi ini menjadi daya tarik sekaligus tantangan. Di satu sisi, sistem ini meningkatkan reputasi penyedia layanan sebagai institusi yang modern dan inovatif. Namun di sisi lain, industri harus berinvestasi besar dalam infrastruktur keamanan, kepatuhan regulasi, dan edukasi pengguna untuk memastikan bahwa kebocoran data dapat dicegah sejak awal.
Untuk menjawab tantangan keamanan, berbagai strategi mitigasi perlu diterapkan. Pembaruan dan pemeliharaan sistem harus dilakukan secara rutin agar kerentanan dapat diperbaiki sebelum dimanfaatkan oleh pihak tidak bertanggung jawab. Teknologi liveness detection perlu diimplementasikan agar dapat membedakan antara sidik jari asli dan tiruan. Penggunaan enkripsi yang kuat pada setiap tahap penyimpanan maupun transmisi data menjadi syarat mutlak.
Selain itu, penerapan autentikasi berlapis sangat disarankan untuk mengurangi risiko. Sidik jari dapat dipadukan dengan metode tambahan seperti OTP atau kartu digital. Kesadaran dan edukasi pengguna juga penting, terutama dalam hal menjaga sensor agar tetap bersih, menghindari penggunaan perangkat yang tidak resmi, serta memahami risiko kebocoran data biometrik.
Ke depan, sistem pembayaran biometrik diprediksi akan berkembang tidak hanya pada sidik jari, tetapi juga pada pengenalan wajah, retina mata, hingga suara. Inovasi ini akan memperluas opsi autentikasi sekaligus memberikan pengalaman transaksi yang lebih personal.
Namun, keberhasilan teknologi ini akan sangat bergantung pada sejauh mana industri dapat menyeimbangkan kenyamanan pengguna dengan keamanan serta perlindungan privasi. Kolaborasi antara penyedia teknologi, regulator, dan konsumen akan menjadi kunci dalam membangun ekosistem pembayaran biometrik yang terpercaya dan berkelanjutan.
🔍 Tertarik mendalami Teknologi Informasi? Cek Program Studi Teknologi Informasi  UIB dan pilih peminatanmu: Cloud Engineering, Smart Systems, atau Cyber Intelligence. Segera daftarkan dirimu di Pendaftran Program Sarjana Teknologi Informasi.
Editor:Â Ambarwulan, S.T.
Referensi
- Jain, A. K., Ross, A., & Prabhakar, S. (2023). Biometric Authentication: Security and Privacy Challenges. Journal of Information Security, 18(2), 77-95.
- European Union Agency for Cybersecurity (ENISA). (2024). Biometric Payment Security Guidelines. Available at: https://www.enisa.europa.eu
- IBM Security. (2023). The Future of Secure Payments: Biometrics in Finance. Available at: https://www.ibm.com/security/biometric-payment
- National Institute of Standards and Technology (NIST). (2024). Best Practices for Biometric Data Protection. Available at: https://www.nist.gov/biometric-security
- Mastercard. (2023). How Biometrics are Transforming Payment Authentication. Available at: https://www.mastercard.com/biometric
- Smith, J., & Alvarez, P. (2024). Fingerprint Payments and Consumer Trust: A Critical Review. International Journal of Cybersecurity and Finance, 12(1), 55-72.
- World Economic Forum (WEF). (2024). The Future of Digital Identity and Biometric Payments. Available at: https://www.weforum.org/biometric-payments
- Cybersecurity and Infrastructure Security Agency (CISA). (2023). Protecting Biometric Data in Financial Systems. Available at: https://www.cisa.gov/biometric